Jatuh Cinta Seperti di Film-Film
⚠️ mengandung spoiler
Ya, karena aku tidak mengklaim diri sebagai kritikus film sekalipun aku pernah mempelajari kritik sastra, yang mana secara dasarnya, aku masih punya latar belakang cukup kuat. Jadi, katakanlah aku memang tidak sepercaya diri itu untuk mengatakan ini adalah sebuah ulasan film.
Aku baru saja menontonnya kemarin, hari Sabtu petang. Sendirian, perlu ditegaskan karena menurut sebagian orang yang sudah menonton, film ini baiknya ditonton bareng orang terkasih. Namun, menurutku sendiri, sih, nonton sendiri tetap bisa dinikmati. Jadi, tidak penting sendiri atau bersama orang lain entah itu teman, pasangan, atau gebetan—sendirian pun kalau nyaman, tidak masalah.
Karena sejak awal aku tidak mengklaim tulisan ini sebagai sebuah ulasan, maka aku mungkin akan menuliskan kesan yang kudapatkan. Jadi, kuharap kalian tidak perlu memprotes kalau tidak sesuai ekspektasi akan sebuah ulasan seperti kebanyakan.
Mungkin ini adalah tulisan kesekian yang kalian baca sebagai pertimbangan untuk menonton film yang baru rilis empat hari lalu. Kabarnya dalam tiga hari rilisnya, sudah tembus lebih dari seratus ribu penonton, sumber dari Instagram Koh Ernest. Film ini merupakan karya terbaru Yandi Laurens, yang bagi penikmat film Indonesia, mestinya sudah tidak asing. Ia piawai mengemas cerita-cerita dengan cara yang berbeda dari kebanyakan sinefil. Melalui berbagai film dan web series, namanya sudah tidak diragukan lagi. Cobalah tonton film Yang Hilang dalam Cinta atau dua web series terbaiknya, Sore dan Mengakhiri Cinta dalam Tiga Episode.
Film ini adalah sebuah meta, film yang berisi tentang film. Dibuka oleh adegan Bagus, seorang penulis naskah, yang menawarkan sebuah naskah baru pada Pak Yoram, produser dari rumah produksi tempatnya bekerja. Dalam sepuluh menit pertama, kita akan dibuat cukup bosan dan menunggu apa ledakan yang akan terjadi?
Film ini didominasi dengan color grading hitam putih, sebanyak kurang lebih delapan puluh persen. Warna hitam putih tersebut sebagai tanda bahwa kita sedang masuk ke dalam dunia imajiner Bagus yang sedang merepresentasikan naskahnya. Naskah original pertamanya, yang sangat personal. Meski dengan warna hitam putih, tapi kita tidak akan sepenuhnya merasa “janggal” karena kita hanya akan dibuat tersedot ke dalam alur ceritanya.
Menurutku menonton film ini rasanya seperti menonton film dokumenter dari perjalanan produksi sebuah film itu sendiri dengan pengemasan yang lebih lentur. Sepanjang film kita akan diberi edukasi seputar dunia perfilman termasuk sentilan-sentilan yang ditujukan pada pelaku film dan penonton.
Sebagian masih bingung menentukan genre dari film ini, apakah lebih tepat disebut komedi atau romansa. Aku rasa seperti kata Bagus, genrenya adalah slice of life, dengan porsi yang seimbang. Seperti kehidupan kita yang isinya tidak hanya romansa, tapi juga komedi dan tragedi, sehingga film ini akan membuat kita sangat dekat. Karena dialognya seolah mengalir secara alami, kita akan dibuat tertawa sering-sering karena diajak becermin.
Karena berisi komedi dan tragedi, tentu beberapa dialog disajikan dengan cara satir. Premis awal film ini adalah tentang Bagus yang mencintai Hana, teman SMA-nya yang baru saja menjanda dan masih dalam masa kedukaan, yang tanpa sengaja bertemu di sebuah supermarket. Rasa cintanya itu kemudian ia kemas dalam surat cinta yang ditransformasikannya ke dalam sebuah film.
Bagus pikir Hana akan suka dan terkesan. Namun, suatu hari hal yang tidak diharapkan Bagus terjadi. Setelahnya ia harus mengubah naskah itu berdasarkan pemikirannya, yang dikejar deadline oleh Pak Yoram. Di sinilah letak kejeniusan Yandi Laurens. Ia menyentil kebiasaan kita yang suka sekali berasumsi dan membuat naskah drama di kepala. Kita sering merasa seseorang begini-begitu, akan begini-begitu, kita sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu terjadi alias overthinking. Bagian ini menurutku adalah highlight yang mau disampaikan. False belief kita akan diuji di sini.
Hana dikisahkan sebagai perempuan yang masih terus meratapi kedukaannya, digambarkan dengan ketidakpercayaannya akan kemungkinan jatuh cinta lagi di usia yang tidak lagi muda. Sedangkan, Bagus digambarkan sebagai laki-laki yang begitu percaya diri bisa membuat Hana jatuh cinta kembali. Kadang-kadang kita berpikir seperti Hana, kadang-kadang juga seperti Bagus.
Meski pada akhirnya Bagus bisa dikatakan berhasil, tapi semua itu bukanlah hal yang mutlak. Pesan baik yang disampaikan dalam hal ini adalah bahwa ketika kita jatuh cinta, tidak seharusnya kita egois memikirkan perasaan kita saja. Kita juga mesti memahami perasaan yang orang kita cintai dengan tepat, tanpa membuat asumsi-asumsi di kepala yang belum tentu tepat. Hana mungkin bisa membuka dirinya, tapi tentu kita tidak dapat memaksa semau kita.
Yandi Laurens berhasil menyentil penonton lewat dialog Hana dalam naskah Bagus,
“romansanya itu cuma ada di dalam kepala lo, Gus”
Hidup gue emang nggak bisa di-retake, tapi gue bisa lanjutin. (Bagus)
Itu adalah salah satu kutipan terbaik yang aku dapatkan. Saat momen kita dibawa ke titik terendah, selalu ada hal yang sebetulnya bisa membuat kita bangkit. Semuanya bergantung pada kita yang mau melihat itu sebagai pertolongan ataupun tidak.
Kita dibuat kembali mengingat masa-masa terpuruk yang sudah berhasil kita lewati. Membuat kita bersyukur dan kembali percaya diri, berbangga pada kemampuan diri melewati semuanya sejauh ini. Dalam hidup kita pasti melakukan kesalahan dan dalam penyesalan kita pasti diajak berandai bisa mengulang semuanya, menghindari kesalahan. Ironinya itu tidak akan mungkin terjadi. Dan betul saja, yang bisa lakukan cuma terus berjalan, melanjutkan hidup dengan menghindari mengulang kesalahan.
Melalui tulisan ini aku juga ingin memberi apresiasi setinggi-tingginya pada karakter yang menyedot perhatianku paling banyak: Nirina Zubir.
Semua yang telah menonton akan sepakat bahwa ia layak menjadi pemeran terbaik di film ini. Sorot matanya betul-betul menyiratkan semua emosi dan pesan yang terpendam. Ia mengajak kita berbicara melalui mata. Aku dibuat jatuh cinta pada aktingnya. Aku dibuat seperti sedang jatuh cinta setelah selesai menontonnya.
Tontonlah segera sebelum turun layar, film ini layak mendapatkan lebih banyak penghargaan. Kosongkan ekspektasimu. Kamu akan dipenuhi dengan hati yang haru, hangat, dan bahagia seusai menontonnya.
(Surabaya, 3 Desember 2023)